MARILAH BERKREASI

MARILAH BERKREASI

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 19 April 2014

TES PROYEKTIF



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tes Proyeksi

Dalam tulisan pertamanya, Dr. Leopold Bellak melacak sejarah perkembangan konsep proyeksi yang sekarang ini sudah melebar dan longgar digunakan. Atas dasra pengujian secara eksperimental maupun deskripsi klinis yang dikemukakan oleh Freud mengenai proyeksi, Bellakmenyatakan perlunya menetapkan dan mengkaji kembali proses-proses perceptual yang terlibat di dalam metode proyektif. Bellak mengemukakan konsep atau istilah apersepsi dan distorsi aperseptif dan teori belajar Gesalt tentunya memerlukan eksperimen dan eksplorasi lebih jauh.
Formulasi yang dilakukan oleh Bellak ini menolong dalam memecahakan beberapa probem yang dihadapi pari klinisi yang menggunakan metode-metode proyektif. Terbentuklah suatu jembatan yang menghubungkan psikologi nonalitik dengan psikologi analiyik yang selama ini dipisahkan.
Perkembangan psikologi proyektif banyak didasarkan sebagai protes terhadap teori atau aliran lama yang kebanyakan bersifat structuralism, behaviorism, yang kebanyakan memandang individu bukan suatu whole tetapi sebagai suatu kumpulan dari berbagai aspek.
 Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sulit diungkap dalam kondisi wajar (sukar diungkap melalui self report, inventory). Jadi dalam pendekatan proyektif diperlukan instrument khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek ketidaksadaran manusia --- teknik proyektif ini kemungkinan subjek mau merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti interpretatif Teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach).
Ada beberapa alasan mengapa kepribadian testi tidak diungkap atau ditanyakan secara langsung kepada testi, seperti pada personality inventories:
  1. Tidak semua orang dapat mengkomunikasikan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang ada dalam kesadarannya. 
  2. Umumnya lebih mudah menghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan maksud menyembunyikannya atau menipu. 
  3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja ia tidak mampu untuk mengemukakannya.



BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2.1 Sejarah Tes Proyektif

Tes ini berawal dari lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Sejumlah metode berkembang dari prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien psikiatris. Dalam kerangka teoritis, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Ada berbagai upaya yang terpisah yang meletakkan dasar bagi teknik proyektif dalam teori stimulus respon dan dalam teori perceptual tentang kepribadian. Asumsi dasarnya adalah apabila subjek atau individu dihadapkan pada hal-hal yang ambiguitas maka subjek akan memproyeksikan personalitinya melalui jawaban-jawaban terhadap stimulus itu. Syarat-syarat untuk proyeksi antara lain diperlukan screen dan layar. Screen adalah sebuah alat tes untuk memproyeksikan gambar dan stimulus.

Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psiklogis manusia dengan menggunakan alat proyeksi. Tes ini berdasar pada eksternalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek ketidaksadaran ke dalam suatu stimulasi/rangsang yang kurang atau tidak berstruktur yang sifatnya ambigious agar dapat memancing berbagai alternatif jawaban tanpa dibatasi oleh apapun.

Pelopor tes proyeksi adalah Freud (1984) dengan teori psikodinamikanya, dan kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan Murray (1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek kepribadian manusia.

Tes proyeksi memberikan stimuli yang artinya tidak segera jelas; yaitu beberapa hal yang berarti dia mendorong pasien untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri kedalam situasi tes. Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau salah, orang yang diuji harus memberikan arti terhadap stimulus sesuai dengan kebutuhan dalamnya, kemampuan dan pertahanannya.

Oleh karena tes proyektif menuntut kesimpulan yang luas atau kualitatif (tend to subjective). Kecenderungan untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan, pengalaman yang besar terhadap tes. Validitas dan reliabilitas tes rendah, karena dalam memberikan kesimpulan sangat luas.

 Pengertian proyeksi tidaklah dapat didefinisikan secara pasti. Munculnya konsep-konsep yang ingin menerangkan pengertian proyeksi diwarnai dengan problem-problem mengenai konsep proyeksi itu sendiri. Proyeksi adalah suatu  istilah yang sekarang digunakan dalam psikologi klinis, psikologi dinamik dan psikologi sosial.

Psikologi proyeksi merupakan dasar dari berbagai macam bentuk proteksi termasuk tes-tes proyektif yang bersifat verbal maupun non verbal. Istilah proyeksi pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud pada awal-awal tahun 1894 dalam tulisannya “The Anxiety Neurosis” yang mengatakan bahwa “Jiwa manusia memiliki potensi untuk mengembangkan kecemasan yang neurotis disaat dirinya merasa tidak mampu mengatasi rangsangan atau gairah-gairah seksual. Hal itu diartikan bahwa jiwa bertindak seolah-olah  telah memproyeksikan gairah-gairah ini ke dalam dunia luar.
Pada tahun 1896 dalam tulisan “On The Defense Neuropsychosis” Freud menyampaikan elaborasi lebih jauh mengenai konsep proyeksi. Secara eksplisit Freud mengatakan bahwa proyeksi merupakan proses pelampiasan keluar dorongan-dorongan, perasaan-perasaan dan sentimen-sentimen yang ada pada diri individu ke orang lain atau dunia luar sebagai proses yang sifatnya defensif dan individu tidak menyadari fenomena yang terjadi pada dirinya.

Freud memberi contoh elaborasi tersebut melalui kasus Schreber (penderita paranoid yang memiliki  kecenderungan homoseksual). Karena ada tekanan dari super ego yang tidak memperbolah kan pria mencintai sejenisnya terjadi reaksi formasi dalam membentuk menransfer suatu sikap “I Love him” menjadi “I hate him” (proyeksi benci yang sebenarnya cinta). “I hate him” masih ada kelanjutannya menjadi “He hates him”.

Konsep proyeksi Freud ini serupa dengan konsep kompensasi dari Alder (prissip inferioritas dan kompensasi). Sejak lahir manusia memiliki kelemahan, namun manusia tidak putus asa dengan cara melakukan kompensasi untuk menutupi kelemahan-kelemahannya. Bentuk kompensasi Alder ini sama dengan proyeksi.

Healy, Bronner, dan Brouer menyatakan bahwa proyeksi merupakan proses defensive dibawah kekuasan prinsip kenikmatan. Ego akan selalu melampiaskan dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang tidak disadari ke dunia.

Pada dasarnya memang tidak banyak ahli yang memberikan pengertian atau definisi mengenai proyeksi. Oleh karena itu pengertiannya pun menjadi terbatas. Freud sebagai ahli pertama yang memberikan pengertian konsep proyeksi lebih memfokuskan dibidang klinis karena sesuai dengan asal usulnya freud memang banyak menemukan gejala perilaku proyeksi dari kasus-kasus klinis yaitu psikosa dan neurosa. Pada akhirnya konsep proyeksi menjadi paling banyak dipakai dibidang klinis.

2.2 Pengertian Tes Proyektif

Tes proyektif adalah alat yang memungkinkan untuk mengungkap motif, nilai, keadaan emosi, need yang sukar diungkap dalam situasi wajar dengan cara individu memproyeksikan pribadinya melalui objek diluar individu.

Dalam tes proyeksi, bila subjek dihadapkan pada materi atau stimulus yang sifatnya ambiguous, kemudian subjek diminta untuk memberi respon terhadap stimulus tersebut, subjek akan memberi respon dengan cara memproyeksikan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya dalam perbuatan yang biasanya melalui koreksi/kerjasama dengan tuntutan-tuntutan yang bersifat eksternal. Menurut Murray, reaksi individu terhadap stimulus ambiguous tersebut merupakan kerjasama atau interaksi antara need dan press yang disebut thema.
 Tes proyeksi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu;
1.      Verbal : Baik materi, komunikasi antara testi dengan tester dan respon subjek berwujud verbal (lisan, maupun tulisan).

Sejarah timbulnya tes proyektif verbal
Berawal dari teknik free association dari Freud dan kemudian dikembangkan oleh:
·  Galton (1829) dalam bentuk word technique. Tujuannya untuk mengungkap ketidaksadaran (konflik, ketegangan, frustasi), juga mengukur aktivitas sosial dan minat individu. Awalnya tes ini digunakan untuk mengatahui eksplorasi dan proses berpikir seseorang, menggunakan 75 kata yang masing-masing ditulis dalam satu kartu penyajiannya. Subjek disodorkan masing-masing kartu dan menjawab atau merespon apa yang pertana kali muncul dalam pikirannya. Jawaban boleh lebih dari satu. Hal yang perlu diperhatikan adalah ekspresi subjek, dan bagaimana cara menjawabnya.
·       Wundt tetap menggunakan 75 kata, hanya saja dalam menjawab subjek hanya dibatasi satu jawaban. Tujuannya untuk lebih sempurna dalam mengungkap ketidaksadaran subjek. Hal yang perlu diperhatikan adalah ekspresi subjek waktu menjawab dan waktu reaksi. Mengamati waktu reaksi berguna bagi tester untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hambatan-hambatan dari subjek.
·  Rappaport menggunakan 60 kata yang didasarkan pada teori teori psikoanalisa. Tujuannya untuk menggungkap konflik-konflik psikoseksual, kelemahan-kelamahan dalam proses berpikir yang dihubungkan dengan konflik-konflik internal. Hal yang perlu diperhatikan adalah waktu reaksi dan contentnya (apakah populer atau original)
·     Kent & Risanoff menggunakan 100 kata yang sifatnya umum dan netral, didasarkan pada teori-teori psikoanalisa. Tujuannya untuk mengungkap gangguan emosi. Jawaban subjek dicocokkan dengan standar yang ada. Bila diluar standar subjek di perkirakan memiliki hambatan emosi.
·         J.M. Sacks Sidzney Levy menciptakan tes proyektif yang dikenal dengan nama SSCT (Sack Sentence Completion Test) tes ini terdiri 60 item (kalimat) yang belum selesai dan subjek diminta untuk melengkapi atau menyelesaikan dengan mengemukakkan apa yang akan pertama kali muncul.
SSCT banyak dipergunakan dalam bimbingan dan penyuluhan atau terapi, dan secara umum mengungkap 4 hal yaitu:
1. Sikap individu terhadap keluarga
2. Sikap individu terhadap seks
3. Sikap individu terhadap hubungan interpersonal
4. Sikap individu terhadap konsep diri

2.       Non verbal: Wujud materi bukan dalam bentuk bahasa. Faktor bahasa hanya berperan untuk komunikasi antara testi dan tester.

2.3 Prinsip Dasar Tes Proyeksi
1.   Stimulusnya bersifat tidak berstruktur yang memungkinkan subjek mempunyai alternatif pilihan yang banyak.
2.   Stimulusnya bersifat ambiguous yang memungkinkan subjek merespon stimulus atau materi tes sesuai dengan interpretasi masing-masing.
3.   Stimulusnya bersifat kurang mempunyai objektivitas relatif. Sifat ini memudahkan untuk mendapatkan individual difference karena masing-masing subjek memiliki kesimpulan yang berbeda-beda dalam mengamati stimulus yang dihadapkan padanya.
4.   Global Approach yang artinya menuntut kesimpulan yang luas.
Sifat-sifat tersebut di atas, (terutama ciri pertama dan kedua) memungkinkan individu memproyeksikan need, emosi, motif, dan isi ketidaksadaran lainnya. Disamping ciri-ciri di atas ada ciri-ciri lain dari tekhnik proyektif yang mungkin hanya dimiliki oleh beberapa tes proyektif saja contohnya TAT. Ciri-ciri tersebut adalah :
1.      Polivalensi. Mempunyai banyak kemungkinan. Kartu-kartu dalam TAT terdiri dari berbagai kemungkinan atau situasi;
a.    Figur jelas-latar belakang kabur
b.   Latar belakang kabur-figur jelas
c.    Figur jelas-latar belakang jelas
d.   Figur kabur-latar belakang kabur
2.  Polisemi yaitu salah satu jelas salah satu kabur. Maksudnya, bisa figurnya yang jelas namun latar belakangnya kabur atau sebaliknya. Dalam merespon subjek harus mengidentifikasi/membuat kepastian pada stimulus/materi yang dibuat kabur.
3.   Monosemi yaitu baik figure maupun latar belakang kedua-duanya relative jelas. Hal ini memungkinkan untuk didapatkannya respon yang relatif sama dari para subjek.
4.  Asemi yaitu baik figure maupun latar belakang kedua-duanya kabur. Stimulus/materi demikian diyakini lebih mampu mengungkap ketidaksadaran.

2.4 Perbedaan tes proyeksi dan tes nonproyeksi

Berdasarkan aspek mental dan psikologis yang di ungkap, secara garis besar, tes psikologi dibagi menjaadi dua jenis yaitu, integensi dan kepribadian, dalam tes kepribadian, di kenal dua jenis tes yaitu, tes proyeksi dan tes non proyeksi.

  1. Tes Proyeksi

Tes proyeksi adalah tes yang disusun atas dasar penggunaan mekanisme proyeksi. Penugasan terhadap perilaku tes (testee) adalah proyeksi yang bersifat tak berstruktur yang memungkinkan aneka ragam jawaban sehingga kehidupan awal seseorang bias bergerak sebebas mungkin
Yang melatarbelakngi teknik ini adalah teori psikoanalisis freud. Pendekatan psikoanalisis yakin bahwa hal yang terpenting dalam aspek kepribadian adalah hal justru hal yang tidak disadarai dan sulit di buka melalui self report.
Menurut lindzey, proyeksi memiliki 2 pengertian:
a.                Classic projection (freud)
Proyeksi dilihat sebagai suatu mekanisme pertahanan (defence mechanism) dan merupakan suatu kondisi patologis.
b.               Generalized projection, yaitu suatu proses yang normal yang terjadi pada manusia. 
            
2. Tes Non Proyeksi.
 


 Tes non proyeksi adalah tes kepribadian yang disusun dengan tidak mempertimbangkan     adanya proyeksi. Beberapa jenis tes non proyeksi adalah
 Tes Kepribadian (ARES)
1.                  Tes L & TW (Leadership dan Team Work
2.                  Tes Wiggly Block
3.                   Tes Kraeplin
4.                  EPPS ( edward Personal Preference Schedule)
5.                  MMPI (Minessota Multiphasic Personality Inventory)
6.                  16 PF
CAQ (Clinical Analysis Questioners)

2.5 Teknik-teknik Penyajian Tes Proyeksi
  1. Stimulus tidak berstruktur --- Stimulus yang diberikan (tes) tidak terstruktur seperti tes intelegensi. 
  2. Proses proyeksi --- pengungkapan keadaan psikologi klien dengan memproyeksikannya dalam bentuk reaksi terhadap tes yang disajikan. 
  3. Administrasi longgar --- Administrasi tes proyeksi biasanya tidak ada aturan baku, tergantung dengan kebutuhan klien dengan catatan tidak mempengaruhi hasil tes. 
  4. Testee oriented --- tes ini berorientasi pada testee 
  5. Unsur subjektifitas dalam interpretasi --- Dalam menginterpretasikan tes ini, unsure subjektivitas psikolog sangat berpengaruh. 
  6. Menyentuh bawah sadar --- tes proyeksi membantu mengungkapkan keadaan bawah sadar manusia.
2.6 Fungsi Tes Proyeksi
Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologi bawah sadar manusia yang selama ini di repres kealam bawah sadar. Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu dapat dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes proyeksi. Sebagai sebuah tes, tes proyeksi mempunyai kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan tes-tes psikologi yang lain.
2.7 Klasifikasi Tes Proyektif
1.      Menurut L.K. Frank
Kalsifikasi dari L.K. Frank merupakan klasifikasi yang paling banyak diterima dasar pengkalsifikasiannya adalah sifat respon subjek. Klasifikasi tersebut adalah:
                              a.       Teknik konstitutif (menyusun)
Subjek diberikan materi yang belum berstruktur, kemudian subjek diminta untuk memberi struktur.
Contoh : Test Wartegg, Test Rorschach, Test Finger Printing

                              b.      Teknik konstruktif (membentuk)
Subjek diberikan materi yang belum berbentuk, kemudian diminta untuk membentuk
Bedanya dengan teknik konstitutif,teknik konstruktif materinya lebih mentah dan lebih “free expression” bagi subjek.
Contoh : Mozaic Test,sub test Block design (dalam WAIS) , sub tes merakit objek (dalam WAIS) .

                               c.      Teknik interpretative (menginterpretasi)
Subjek diberikan materi kemudian diminta untuk menginterpretasi.
Contoh : TAT, CAT,Word Association Test (misalnya SSCT).

                              d.      Teknik katartik
Tujuan / fungsi dari teknik ini adalah pada saat subjek merespon akan terjadi pengurangan hambatan-hambatan psikis.
Contoh : Play Technique( dengan bermain,psikodrama),Lowenfeld Mozaic.

                               e.     Teknik refraktif/ ekspresif (tambahan dari SYMOND)
Subjek diberikan materi / stimulus, kemudian subjek diminta mengekspresikan need, sentiment, dan lain-lain yang ada padanya.
Contoh : Test Grafis,Grafologi,Tes Bender Gestalt,Myokenetic,Diagnosis.

2.      Menurut Lindzey
Dasar pengkalsifikasian Lindzey adalah tipe jawaban subjek. kalsifikasinya terbagi menjadi :

a.       Teknik Asosiasi
Subjek diberikan materi kemudian subjek diminta untuk merespon dengan cara mengeluarkan/ menyampaikan apa yang pertama kali muncul dalam pikirannya atas stimulus tersebut.
Contoh : Test Rorschach, SSCT.

b.      Teknik konstruksi
Subjek diminta untuk menyusun materi yang belum berbentuk menjadi suatu cerita/gambar. Fokusnya adalah pada hasil subjek.
Contoh : TAT,CAT,sub test mengatur gambar (dalam WAIS).

c.       Teknik melengkapi
Subjek diberi materi yg belum lengkap kemudian diminta untuk melengkapi.
Contoh : SSCT

d.      Teknik mengatur
Subjek diberi materi/soal yang ada alternative jawaban kemudian diminta untuk memilih jawaban yang sesuai dengan dirinya/ membuat urutan atas dasar pilihan jawaban yang ada.
Contoh : Study Of value,survey interpersonal value,test-test untuk mengukur tingkat kebutuhan berprestasi, test-test mengukur kreatifitas.

e.       Teknik ekspresfif
Hampir mirip dengan teknik konstruksi, hanya saja materi yang harus dibentuk sifatnya lebih mentah. Fokusnya adalah pada cara subjek menyelesaikan materi. Contoh : Finger Printing Test,Project terapy,Achievment Motivation Training(AMT).
2.8 Evaluasi Teknik Proyektif
Kelebihan
  • Dapat mengungkap hal-hal di bawah sadar untuk keperluan klinis
  • Dapat menurunkan ketegangan
  • Bersifat ekonomis
§  Rapport dan keleluasaan penggunaan
Kekurangan
  • Validitas dan reliabilitasnya rendah
  • Tester harus memiliki keterampilan yang khusus untuk dapat menggunakan tes ini dalam kaitannya dengan ketepatan melakukan diagnose.
  • Interpretasinya bisa subyektif
  • Butuh license untuk menginterpretasinya (psikolog)
  • Interpretasinya susah, administrasinya juga lumayan karena harus observasi dan denger klien juga.
  • Ujiian ini hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya
  1. Dari ujian ini pada objek yang sama dapat disimpulkan berbeda oleh pengamat yang berbeda. Pada beberapa hal teknik proyektif mempunyai kelebihan dan kekurangan, antara lain (anastasi, 1982). 
  2. Rapport dan Keleluasaan Penggunaan. Sebagian besar teknik proyektif dapat berfungsi sebagai ice breaker selama terjalinnya hubungan antara terter dan testi. Tugas-tugasnya menarik dan tidak membosankan, bahkan seringkali bersifat menghibur. 
  3. Teknik proyektif non verbal dapat digunakan untuk anak-anak, mereka yang buta huruf, dan orang-orang dengan gangguan bicara. Media non verbal ini sangat membantu testi dalam berkomunikasi dengan tester.

2.      Faking
Pada umunya teknik proyektif dapat terhindar dari kecenderungan terjadinya faking, dibandingkan dengan self report. Tujuan dari teknik proyektif seringkali kabur dan sulit ditebak, bahkan teknik prroyektif yang sudah sangat dikenal seperti Rorshcach dan TAT. Testi lebih memikirkan respon apa yang akan dibuat, daripada menebak tujuan dari tes itu sendiri.
Meskipun demikian bukan berarti bahwa teknik proyektif bebas sepenuhnya dari faking. Dari penelitian yang dilakukan oleh, Davids dan Pildner (anastasi, 1982) menunjukkan bahwa subjek yang mengerjakan tes untuk tujuan melamar pekerjaan menunjukkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan subjek yang mengerjakan tes untuk penelitian.

3.      Variable Tester dan Situasi
Sudah dijelaskan bahwa sebagian besar teknik proyektif lemah dalam standardisasi baik administrasi maupun skoringnya. Oleh karena itu untuk hasil yang akurat factor tester dan situasi tes menjadi sangat penting. Kadang-kadang sikap dan perilaku tester dikesankan oleh testi sebagai menggurui, mendikte, atau mengarahkan pada respon tertentu. Hal ini akan mempengaruhi produktifitas respon, defens, imajinasi dari klien. Tidak adanya pedoman skoring yang baku menyebabkan subjektifitas tester mempengaruhi hasil. Dengan kata lain interpretasi dari teknik proyektif dapat terjebak dalam orientasi teoriti, hipotesis yang menyenangkan, dan kepribadian idiosinkrasi dari tester, ketimbang dinamika kepribadian tester.

4.      Norma
Kelemahan dari teknik proyektif adalah data normative. Sejumlah data mungkin sangat kurang, tidak adekuat, atau meragukan. Hal ini  juga akan berpengaruh pada objektifitas interpertasi. Kebanyakan para klinisi akan menggunakan pengalaman klinisnya dalam interpretasi, sehingga hasilnya menjadi bias.

5.      Reliabilitas
Sebuah teknik, seperti halnya teknik proyektif, yang dianggap mempunyai prosedur skoring yangrelatif kurang terstandar, realibilitas skorer atau penilai menjadi sangat penting. Pada teknik proyektif, realibilitas skorer tidak sekedar memberikan skoring yang objektif, tetapi juga merupakan tahap memberikan integrasi dan interpretasi secara lengkap.beberapa skorer memberikan penilaian p[ada seorang tester, untuk kemudian dilihat konsistensi hasil skoringnya. Semakin konsistens hasilnya, menunjukan relibilitas yang tinggi; sebaliknya konsistensi yang rendah, menunjukan realibilitas yang rendah pula.

6.      Validitas
Studi tentang validitas teknik proyektif yang banyak dilakukan adalah concurrent criterion-related validity. Dengan cara membandingkan performansi dari kelompok-kelompok kontras, seperti kelompok okupasional dengan kelompok diagnostic, dengan menggunakan alat ukur lain yang mengungkap hal yang sama.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi proyeksi merupakan dasar dari berbagai macam bentuk proteksi, termasuk tes-tes proyektif yang bersifat verbal maupun non verbal.
Pada dasarnya memang tidak banyak ahli yang memberikan pengertian atau definisi mengenai proyeksi. Oleh karena itu pengertiannya pun menjadi terbatas. Freud sebagai ahli pertama yang memberikan pengertian konsep proyeksi lebih memfokuskan dibidang klinis karena sesuai dengan asal usulnya freud memang banyak menemukan gejala perilaku proyeksi dari kasus-kasus klinis yaitu psikosa dan neurosa. Pada akhirnya konsep proyeksi menjadi paling banyak dipakai dibidang klinis. Teori yang melandasi tes nonkognitif adalah psikoanalisa dan behavioristik.
Kelebihan tes proyektif adalah kelebihan atribut psikologis dalam tes dapat dideskripsikan dengan jelas dan tepat. Sedangkan kekurangan tes proyektif adalah validitas dan reliabilitasnya rendah. 


 

DAFTAR PUSTAKA
·                Karmiyati, diah & Cahyaning Suryaningrum. Pengantar psikologi proyektif . Bandung : UMM Press.
·                Markam, S.S. Pengantar Psikodiagnostik. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
·                Anastasi, A & Urbina, S (2007). Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta: PT Indeks.

1 komentar: